Kamis, 24 Februari 2011

CHAPTER 6

Chapter VI part I
Memories
Opening BGM : Oblivious - Kalafina
Aku menatap ke arah Endhog yang tersenyum puas.
“Knapa kamu senyum-senyum begitu,” tanyaku
“Gak apa-apa, ternyata kalo dah dikasih tau caranya, kamu langsung bisa nguasai kekuatanmu ya?” ujarnya
“Maksudnya?”
“yang tadi kau lakukan itu, adalah kekuatanmu yang sesungguhnya,” ujar Endhog. “aku pikir bakal  lama ngajarin dia, ternyata cepat sekali,” lanjutnya
“Sudah selesai?” tanya Nchex.
“Dia udah bisa memakai kekuatannya, tinggal kita liat perkembangannya,” ujar Endhog.
“Kebetulan, aku juga sudah selesai mendownload ini semua. Yuk, pergi,” ajak Nchex.
Ia menjentikkan jarinya. Dan tubuhku kembali terbebas. Perasaan nyaman yang aku rasakan juga menghilang. Mungkin karena Nchex telah melepaskan mantra pelindung yang tadi ia buat.
“Sampai nanti yah, Tezu,” pamit mereka. Dan keduanya lalu meninggalkan kamarku.
Aku menghempaskan tubuhku kembali ke tempat tidur. Rasanya seperti aku baru saja berlari puluhan kilo, lemas sekali.
Aku menatap langit-langit kamarku.
Kekuatanku adalah membaca kenangan orang lain, batinku. Kenangan yang mungkin mereka simpan erat. Apa boleh aku membuka kenangan seperti itu? batinku.
Tapi kalau hal ini adalah kunci bagi kami semua untuk keluar dari sini, kurasa mau ga mau harus kulakukan.
Aku memejamkan mata, dan mencoba tidak memikirkan semua yang telah terjadi, ketika membuka mata aku kembali berada dalam lorong serba putih. Aku rasa aku pasti tertidur lagi.
Aku berjalan, kali ini aku tau tujuanku, pintu kayu di ujung lorong, pintu menuju ruangan dimana ada dua diriku yang lain.
Aku membuka pintu kayu itu dan mendapati dua diriku yang lain. Salah satunya masih tetap terikat dan tertutup matanya serta masih menggumamkan kata-kata yang sama. Tapi diriku yang satu lagi kini terlihat duduk lemas bersandar di dinding ruangan.
Aku menghampiri diriku yang sedang terduduk lemas.
“kau kenapa?” tanyaku sambil berjongkok
“Biasa, kan aku sudah bilang kalo aku memberikan separuh pengetahuanku, dan itu berarti keberadaanku juga akan perlahan menghilang,” ujarnya.
“maksudnya?”
“Aku itu kan dirimu, kalau kau sudah bisa menerimaku, maka keberadaanku tidak diperlukan lagi,” ujarnya.
“Tapi kan katamu aku boleh datang ke sini kalau aku butuh bantuanmu,”
“Memang boleh, tapi kelak suatu saat, kau tidak akan membutuhkan aku lagi,” jawabnya. “Didalam pikiranmu, kau sudah punya kenangan-kenangan yang pernah aku lakukan, yang perlu kau lakukan Cuma mempunyai keinginan dan keberanian untuk melihatnya,”
“Kenapa keberanian?”
“karena mungkin apa yang akan kamu lihat akan membuatmu sangat terluka, dan satu hal lagi, kau harus mulai mengerti tentang dunia ini,”
Aku lalu duduk dihadapannya.
“kalau begitu ajarkan aku,”  ujarku
“Dunia ini adalah Virtual reality, dunia dimana keinginan dan impuls saraf dari otak diterjemahkan dalam data dan divisualisasikan kembali ke otak kita. Untuk lebih sederhananya, semua yang kita inginkan dapat diwujudkan asal kita punya akses yang tepat. Kita ini berbeda, karena yang tau dunia ini secara keseluruhan Cuma kita bertiga, yah lebih tepatnya si bodoh itu yang tau. Tapi tetap saja, aku tau beberapa bagian. Aku sudah tidak bisa lagi menggunakan tubuhmu, sudah tidak mau lagi, makanya aku ceritakan ini semua kepadamu, agar kau bisa membenarkan semua kesalahan yang kami telah perbuat,” ujarnya panjang lebar.
“membenarkan kesalahan? maksudmu?”
“nanti kau akan tau, pelajaran pertama adalah membentuk ruang. Sebenarnya aku yakin kau tau hal ini tapi karena biasanya aku ato si bodoh itu yang melakukan, jadi sekarang aku minta kau yang melakukan.”
“bagaimana caranya?”
“Pikirkan sebuah ruangan. bayangkan sampai mendetil, Aku minta kau membayangkan sebuah ruang penyimpanan untuk menyimpan semua kenangan yang akan kau peroleh. Dan kau harus membayangkan kenangan itu berwujud. Bisa seperti CD atau hal yang lain. Dan ruangan ini adalah ruangan untuk menyimpannya. Pertahankan bayangan itu sampai sekuat mungkin,”
Aku memejamkan mata. Pertama-tama aku mencoba mebayangkan menjadi seperti apa kenangan yang akan kuperoleh. Awalnya aku berpikir sebuah CD, tapi kemudian aku memikirkan hal yang lain, sebuah buku. Aku sangat suka buku, Kalau buku enaknya disimpen dimana?
Sebuah ruangan penyimpanan…
Aku lalu membayangkan perpustakaan yang biasa aku kunjungi. Tumpukan buku yang tersusun dalam rak-rak berwarna cokelat muda. Aku membayangkan aku menyusuri rak-rak itu, panjang hampir tiada akhir.
“Buka matamu,” aku mendengar suara aku yang lain.
Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku. Sepertinya ruangan itu sudah bertambah luas dan…
Aku melihat deretan rak-rak panjang berwarna cokelat muda. Di salah satu rak itu terdapat dua buah buku.
Aku berdiri dan menuju rak tersebut, kedua buku itu mempunyai sampul depan bergambar wajah Endhog, begitu aku membuka buku itu, kenangan yang aku lihat menyeruak keluar dan memenuhi sekelilingku dengan gambar-gambar slide. Aku menutup buku itu dan semua gambar itu menghilang.
Diriku yang lain yang sedang duduk bersandar tersenyum dan berkata,”ternyata benar, kau hanya butuh sedikit pengingat, sisanya kau sudah bisa lakukan sendiri,” ia terdiam sejenak lalu melanjutkan, “tempat ini adalah sanctuary mu, Tempat dimana tidak ada satu program pun yang bisa mendeteksimu, makanya aku minta untuk kamu menyimpan semua kenangan itu disini. kekuatan yang kau punya bisa kau gunakan buat orang-orang yang membutuhkan, tapi tolong jangan terburu-buru dalam menceritakan hal yang terlalu pribadi kepada orang lain.”
Aku tersenyum, “ hampir saja aku bertanya, darimana kau tau, tapi aku ingat, kalau kau itu aku.”
“lebih baik kau istirahat, mental dan fisikmu sudah terlalu terbebani oleh banyak hal. jangan terlalu dipaksa, selama mereka belum tau dan kenal dirimu, kau masih aman,”
“Mereka siapa?”
“Orang-orang yang tidak mau kalian keluar dari dunia ini,”
“Memangnya ada seperti itu?”
“kau tidak ingat? Orang yang mengatakan akan menyakiti semua yang dekat denganmu?”
“Aku hanya mendengar suaranya saat serangan datang,” jawabku
“Dia adalah orang yang membuat si bodoh itu membatu, nanti kau akan tau,” ujar diriku yang lain. “Sekarang istirahatlah.”
“tapi…”
“pergilah,” diriku yang lain tampak memejamkan mata, sepertinya ia beristirahat.
Aku lalu menuju ke pintu kayu dan membukanya. lalu kegelapan menyergapku.
Selama beberapa menit aku berada dalam kegelapan, aku membuka mata dan mendapati aku berada diatas tempat tidurku. Aku melemaskan seluruh badanku.
‘Mana mungkin aku bisa tidur setelah kejadian ini’ batinku.
Aku bangkit dan keluar kamar lalu menuju ke ruang utama.
bar Hotaru masih buka, dan Cuma tinggal beberapa orang di ruangan itu. Termasuk pemuda yang tadi aku liat bernyanyi dengan diiringi alunan gitarnya. Dan beberapa orang lagi yang tidak begitu kukenal.
Seorang gadis yang berambut biru pendek dan terlihat tanpa ekspresi, serta seorang pemuda yang nampaknya sedang sibuk mengetik sesuatu ke layar hologram yang  ada didepannya. Aku memperhatikan sesuatu yang unik dari layar itu, berbeda dari layar yang lain, dibagian atas layar hologram itu terdapat logo seperti sebuah lokomotif kereta api.
Lagi-lagi aku melihat Eukaristia yang sedang bercanda dengan seorang pemuda berambut putih. pemuda itu membisikkan sesuatu ke telinga Euka dan aku melihat Euka tersenyum senang, dan mereka lalu kembali tertawa sambil bersulang. Tidak begitu jauh dari tempat Euka dan pemuda itu duduk ada yauchi yang kembali mendesah dan nampak muram.
Seorang pemuda tampak menghampiri Yauchi dan menepuk punggungnya, pemuda itu mengucapkan sesuatu. Aku lalu mencoba mendengarnya.
“Sepertinya kamu terkena virus galau ya?” tanya pemuda itu.
“Kamu juga kan, Megalau,” jawab Yauchi malas-malasan.
“Kalo begitu, kita harus bersulang bersama,” ujar pemuda itu
“Ogah, uangku terbatas, ga bisa traktir kamu,” jawab Yauchi.
Megalau? Nama yang aneh, batinku.
Aku melangkahkan kaki ke arah bar dan nyaris bertabrakan lagi. kali ini dengan pemuda yang tadi bernyanyi.
“Ah maaf,” ujarku.
“Aku minta maaf juga, aku ga liat,” ujarnya.
Wajahnya nampak imut-imut seperti anak kecil.
“Kau juga penghuni sini?” tanyaku.
“Ya, sepertinya kita belum pernah bertemu,” ujarnya.
“Ah ya, aku baru saja datang kemari,” ujarku
“Owh, anak baru yang katanya sangat berbakat itu ya? Aku beruntung sekali bisa  bertemu denganmu langsung,”
“Aku ga seperti itu ah,” ujarku.
“Kenalkan aku Firemane,” ia mengulurkan tangan.
Aku menjabat tangannya, “namaku..”
“tezuka Ayumu,” ia langsung memotong ucapanku,” aku sudah tau kok, banyak yang sering membicarakanmu,” sambungnya.
Saat itu aku kembali dapat merasakan aliran ingatan yang melintas dikepalaku. Aku langsung berkata dalam hati.
‘seperti makanan, pelan-pelan’
aku lalu kembali tersenyum, “mudah-mudahan bukan hal yang buruk,”
“Sepertinya tidak sih,” Firemane tertawa. “Baiklah, aku harus istirahat, aku besok mendapat tugas keluar, sampai besok ya?” pamitnya.
“Sampai besok,” aku melambaikan tangan saat melihat Firemane melangkah menuju ruangan tidur.
Aku lalu duduk di antara Yauchi yang tengah muram dan Euka yang masih bercanda mesra dengan pemuda berambut putih.
“Malam Hota,” sapaku
“Yow Tezu, tumben kau bangun tengah malam begini, ga bisa tidur?” tanyanya.
“Tengah malam?”
“Sekarang kan sudah jam 1 malam Tezu, memangnya kau tidak pasang jam dikamarmu?” tanyanya.
“Aku ga sempat liat jam,” ujarku sambil cengar cengir. “Dia kenapa?” tanyaku sambil menunjuk Yauchi.
“Ah, biasa dia tengah malam selalu bergalau ria. Ketularan lebay dan alay mungkin,” balas Hotaru. “kau mau minum apa? Susu hangat mungkin, biar bisa tidur nyenyak?” tawar Hotaru.
“Terserah rekomendasimu saja deh,” jawabku.
Terlintas dalam pikiranku untuk mencoba menggunakan kekuatanku pada orang-orang ini, tapi siapa yang aku bantu duluan ya?
yauchi yang sedang galau atau malah Euka yang sepertinya tengah bahagia dengan kehadiran pemuda yang ada disampingnya?
Closing BGM : Kanariya – Ayumi Hamasaki

CHAPTER 5

Chapter V  PART 1: MY POWER IS…
Opening BGM : Show me the Meaning of Being Lonely - BSB
Aku memutuskan untuk tetap berbaring di klinik, selain menghindari perhatian Nigi yang berlebih kalau aku memutuskan untuk keluar, aku juga merasa lebih nyaman disini. Sugar sudah memeriksaku, dan mengatakan kalau aku tidak mengalami masalah kesehatan apapun selain sedikit kelelahan. Tapi begitu melihat aku ga mau bangkit dari tempat tidurku, ia langsung menyarankan untuk aku lebih lama beristirahat diklinik dan berhasil mengusir Nigi keluar klinik.
Dari tempat aku berbaring, aku bisa melihat ranjang Silvergin, Dirinya masih diselimuti kubah yang berisi aliran energy, dan Nchex Rage yang masih setia menunggunya sambil kini mendengarkan lagu melalui earsetnya. Tadinya aku ingin bertanya padanya soal sikap Silvergin padaku, tapi setelah tadi aku mendengar semua di ruang pertemuan, aku merasa tidak ingin lagi mengetahui siapa diriku.
Aku mulai menyesal mengikuti ini semua, mungkin akan terasa lebih baik kalo aku tidak peduli akan email itu dan tetap seperti biasa, hingga aku ga perlu mengalami semua ini. Aku masih bisa bersama keluargaku, masih hidup normal, bukan di tempat ini, tempat dimana aku ga bisa keluar, tempat aneh dimana aku merasa asing.
Air mataku mulai menetes dan segera aku menghapusnya, aku ga mau terlihat lemah. Setidaknya aku harus terlihat kuat dihadapan mereka semua.
“Kamu ga apa-apa, Tezuka?” tanya Sugar. Ia baru saja selesai memeriksa keadaan Silvergin lagi.
“Tidak apa-apa, aku mungkin hanya lelah,” Jawabku.
“Ya sudah, kau boleh istirahat disini sampai kau merasa kuat,” Sugar lalu menuju meja kerjanya.
Aku menutup mataku dengan sebelah tanganku. Aku berusaha sekuat mungkin untuk tenang, dan tidak memikirkan semua hal yang baru aku dengar. Kepalaku masih terasa sangat pusing, namun dari kejauhan samar-samar aku mendengar sebuah alunan melodi yang merdu, dan aku merasa sangat rileks, tak berapa lama aku kemudian tertidur.
Aku membuka mata, dan sepertinya aku berada disebuah ruangan yang serba putih.
‘Mungkin aku bermimpi’ batinku.
Aku berjalan menyusuri ruangan yang serba putih itu. Lantainya, dindingnya semua serba putih. Dan tidak ada satupun jendela atau pintu diruangan itu. Aku terus berjalan hingga akhirnya aku melihat sebuah pintu kayu berwarna kecoklatan.
Sebenarnya aku sedikit ragu-ragu waktu ingin membuka pintu itu, tapi aku kemudian berpikir, toh ini hanya sebuah mimpi, apa ruginya.
Aku lalu membuka pintu itu dan sebuah sinar terang menyilaukan mataku, sehingga aku harus menggunakan tanganku untuk menghalangi sinar itu. Saat aku bisa melihat dengan lebih jelas, aku bisa melihat seorang gadis tengah duduk dikursi dengan kedua matanya tertutup sebuah kain putih. Yang lebih mengherankan adalah gadis itu mengenakan jubah yang sama dengan gadis yang ada dalam bayanganku. Dan setelah aku perhatikan lagi lebih jelas, gadis itu…. sepertinya adalah aku sendiri…
Aku segera berlari menuju tempat gadis itu duduk, aku mendekatinya, ia sepertinya  tengah menggumamkan sesuatu dan berulang terus menerus.
“sudah cukup… aku tidak ingin melakukan lagi… hentikan…”
“Hey!!” aku mengguncang bahu gadis itu. Tapi ia sepertinya tidak merespon apa-apa dan terus menerus menggumamkan kalimat yang sama.
“Kamu siapa?!” suaraku terdengar sangat kencang diruangan itu, tapi lagi-lagi gadis itu tidak merespon apa-apa dan tetap bergumam hal yang sama.
Aku lalu mencoba membuka kain yang menutup matanya, tapi sekuat apappun aku mencobanya, kain itu tetap tidak dapat terbuka.
“Percuma kau lakukan itu,” aku mendengar suara yang sangat kukenal.
Aku menoleh, dan aku melihat sosok gadis yang sama tengah berdiri di depan gadis yang tengah terikat ini.
Sosok aku yang lain lagi.
“Apa maksudmu percuma?” ujarku
“Bagian dirimu yang itu, ga akan mau melihat kenyataan yang ada, ia tidak berani menghadapainya dan terus berupaya menutupi semua,” Gadis itu mendekatiku.
“Bagaimana kau bisa ingin membuka ikatan itu padahal dirimu sendiri tidak menginginkannya,” lanjutnya.
Saat kami berhadapan, aku benar-benar seperti berhadapan dengan cermin. Wajahnya, Rambutnya, semuanya sangat mirip denganku.
“Aku ga ngerti semua perkataanmu,” ujarku.
“lagi-lagi kau menyangkal kan? Jauh didalam hatimu, kau tidak ingin mengingat semuanya, selalu aku yang membereskan semuanya, aku yang menangani semua, sementara kalian berdua bersembunyi dalam ketakutan kalian,” Gadis itu menatap tajam ke arahku, “Aku lelah harus terus membereskan kekacauan kalian, terutama kekacauan dia!” Gadis itu mendorong gadis yang terikat di bangku sampai terjatuh.
Namun gadis yang terikat itu seolah tidak peduli dan terus saja bergumam hal yang sama.
“Hey,” protesku. “apa-apaan sih kamu?”
Aku membantu mendirikan kembali kursi yang ditempati gadis yang terikat.
“Masih saja dengan sifat baik hatimu itu, kurasa,” ia tersenyum sinis.
“Kalian itu sebenarnya siapa?” tanyaku.
“Siapa?? Kamu masih bertanya kami ini siapa? Memang otakmu sudah bebal yah, jadi ga bisa menyimpulkan  hal semudah ini?” Ia mendorong keningku.
“Heeeeyyy! aku tau kalian memang mirip denganku, tapi mungkin saja kan dalam dunia ini ada dua char yang sama,” balasku.
“Setelah yang kamu dengar semua di ruang pertemuan tadi, kamu masih saja beranggapan seperti itu?” gadis itu menggelengkan kepalanya. “Atau mungkin bagimu itu penjelasan yang paling masuk akal?”
“Aku……….. ga tau…” ujarku ragu-ragu.
“kau sudah tau jawabannya, trus buat apa ditanyakan lagi? Supaya lebih pasti?”
“Mungkin..”
Gadis itu menghela nafas. “Aku ga mau ikut permainan bodoh ini, yang pasti kamu sudah tau siapa kami. Sekarang yang jadi masalah adalah apa kau sudah siap mengetahui kehadiran kami?”
“Aku ga inget semua yang pernah terjadi disini, mereka bilang aku sudah pernah ada disini,” ujarku lirih.
“salahkan semua pada sibodoh satu itu, dia gampang banget trauma dan langsung menutup diri, padahal pada awalnya dia juga yang membuat semua ini terjadi,” gadis itu menatap tajam kepada gadis yang sedang terikat di kursi.
“Dia.. maksudmu… ??” aku menjadi bingung.
“Sudahlah, yang penting sekarang kau sudah tau keberadaan kami berdua. Pada saat-saat tertentu memang biasanya kami berdua yang menangani tapi sejak si bodoh satu itu jadi membatu begitu, aku ga bisa menangani semuanya sendiri. Sekarang aku tanya padamu, kamu mau membantuku tidak?”
“membantu?”
“Jangan Cuma bisanya mengulang kata-kata deh, aku bisa jadi emosi nih.. Mau ato Tidak itu saja?!”
“Aku..”
“kamu mau keluar dari sini kan?”
“Ya..”
“Kalau begitu kamu harus membantuku,”
“membantumu…?”
“Ahh, kalian berdua benar-benar membuatku kesal!” Gadis itu nampak marah, persis seperti biasa aku marah saat aku gagal menyelesaikan quest di game online atau aku gagal dalam kuliah.
“Aku beneran ga ngerti,”
“Denger, aku mau kau mengingat semuanya oke, termasuk ingatan si bodoh ini, dia pasti punya catatan akan semuanya, kuncinya semua ada dalam ingatan si bodoh ini, kalau kau bisa membukanya, kau bisa menemukan segalanya. Untuk itu kau harus bisa mencari tau tentang dirinya, semakin kau bisa menerima dia, semakin kau tau tentang semua yang ingin kau tau,” jelas gadis itu.
“Semuanya? termasuk cara keluar dari tempat ini?”
“Semuanya. termasuk janji kepada Silvergin, dan orang –orang itu bisa keluar dari tempat ini juga,”
“kau tidak bohong kan?”
“Ya ampun! Kau pasti tau lah kalo aku bohong. Lagian aku sudah cape ngurusin masalah ini, tubuhmu juga pasti akan lelah kalo terus-terusan begini.”
“Tubuhku??” Sebelum gadis itu kembali protes akan kebiasaanku mengulang kata, aku buru-buru menambahkan, “ Tapi bagaimana caranya aku bisa mengetahui ingatanku yang hilang?”
“Penyelidikan yang kau buat dengan Kyu tidak akan banyak membantu,”
‘Dia bisa tau penyelidikanku?’ batinku
“Ya tentu saja aku tau, sudahlah berhentilah mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu. Ada hal-hal yang dia sembunyikan dariku, dan itu hanya ada didalam ingatan para teman-temannya, Hal-hal yang mereka sembunyikan dan hanya bisa dilihat olehmu,”
“Tapi bagaimana caranya?”
“Aku akan memberitaukan padamu pengetahuan akan semua itu. Tapi hanya sebagian, pada saatnya nanti akan kuberikan spenuhnya, setelah aku merasa kau siap dan tidak membutuhkan aku lagi. Bila saat itu tiba, kau bisa bertanya langsung padanya,” gadis itu menatap ke arah gadis yang tengah terikat di kursi.
Berada dalam sebuah ruangan dengan dua orang diriku terasa benar-benar janggal. Gadis yang mirip aku itu lalu memegang kedua tanganku.
“Ini akan terasa menakutkan pada awalnya. Tapi aku minta kau jangan takut, kalau kau butuh bantuan, kau bisa datang kemari dan bertanya padaku,” ujarnya.
aku lalu merasa seperti sebuah bayangan gadis itu masuk kedalam diriku, saat itu aku melihat sekelebatan peristiwa, sangat banyak dan begitu cepat seperti sebuah film yang diputar dengan kecepatan sangat cepat, aku merasakan luapan emosi yang meledak-ledak, kemarahan, kekesalan dan sebuah perasaan hangat… seperti kerinduan akan seseorang. Lalu semua mendadak gelap.
Aku terbangun di klinik dengan tubuh penuh keringat.
Closing BGM : Red Moon - Kalafina


Chapter V part 2
Opening BGM : Toki wo Tomete - Tohoshinki
Aku terbangun di klinik dengan tubuh penuh keringat, walau aku yakin aku tidak mengalami mimpi buruk. Nafasku tersengal-sengal.
Sugar lalu menghampiriku.
“Tezuka, kamu ga apa-apa?” tanyanya. Ia menyentuh keningku untuk memeriksa keadaanku.
Tapi begitu tangannya menyentuh keningku, aku seperti melihat semua kenangan Sugar melintas dalam pikiranku. Semuanya dari awal ia datang sampai saat ini, semua kenangan sedih, senang, dan semua emosi yang ia rasakan, semuanya kembali aku rasakan.
Karena kaget aku ga sengaja menepis tangan Sugar.
“Ada apa?” ia terlihat terkejut.
“Maaf … Aku…. Aku tidak apa-apa kok,” ujarku. Aku bangkit dari tidurku.
Aku melihat kalau silvergin sudah tidak berada di klinik lagi. Sepertinya ia sudah kembali sadar.
“Aku…. Aku rasa aku sudah cukup sehat . terima kasih,” aku lalu berdiri dan keluar dari klinik meninggalkan Sugar yang hanya terdiam melihatku.
Begitu aku keluar klinik, aku masih bisa melihat kilasan kenangan Sugar dalam kepalaku. Kenangan itu terus melintas dan membuat kepalaku pusing. Sekuat tenaga aku mencoba menghilangkan perasaan itu tapi emosi itu terus ada dan tak pernah mereda.
Ruang utama sudah berubah menjadi bar. Dan beberapa orang sudah mulai berdatangan untuk sekadar ngobrol-ngobrol.
Ga begitu jauh dari meja bar tempat Hotaru bekerja, ada sebuah panggung kecil tempat seorang pemuda sedang bernyanyi sambil memainkan gitar. Sepertinya aku belum pernah melihatnya.
Aku tidak memedulikan panggilan Nigi yang dapat kudengar walau tertimpa suara yang lain. aku tidak membutuhkan sentuhan lain lagi yang hanya akan membuat aku merasa makin ketakutan.
Aku terus berjalan ke arah ruangan tidur sambil terus memegangi kepalaku. Aku nyaris saja menginjak ekor anjing putih, yang aku lihat tadi siang. Ia dipanggil Naru kalo ga salah.
“Oops, maaf, Naru, aku ga liat kamu,” ujarku. Untung saja tidak terinjak.
Naru menggonggong pelan seakan mengatakan ‘tidak apa-apa’
ia lalu berjalan mendekatiku
“Jangan… jangan sekarang, oke… Aku sedang tidak ingin bermain,” ujarku sambil menjauh darinya.
Naru menghentikan langkahnya dan menggonggong lirih.
Aku meneruskan langkahku ke arah ruang tidur dan bertabrakan dengan Seiryu yang baru saja keluar dari lorong.
“Maaf,” ujarku.
“Tejuh? Ga apa-apa?” tanyanya.
“Ga apa- apa kok, aku Cuma mau istirahat aja,” ujarku.
“Aku antar deh,” Seiryu mencoba memegang tanganku dan langsung aku tepis.
“Jangan!” seruku
“Eh.. maksudku, ga usah, beneran, aku bisa sendiri,” lanjutku kemudian.
“Ya sudah, terserah,” Seiryu lalu berjalan meninggalkanku.
Suara-suara terus bergema dikepalaku dan hal itu membuatku merasa sangat pusing. Sambil memegangi dinding aku terus berjalan menuju kamar tidurku.
Saat akhirnya aku tiba dikamarku, aku merasa sedikit lega, dengan begini ga akan ada lagi yang menggangguku.
Aku langsung merebahkan diri di tempat tidur tanpa memedulikan apapun. aku merasa lebih tenang, sepertinya suara-suara tadi sudah mulai mereda.
“Ya ampun, sepertinya dia ga peduli akan kehadiran kita, nih,” aku mendengar suara seorang cowo.
Aku langsung bangkit dari tidurku dan melihat mereka. Dua orang cowo sedang berada dalam kamarku.
Aku mengenali mereka, salah satunya adalah NChex Rage dan yang satu lagi adalah cowo yang menolongku tadi siang, yang mengenakan sayap berwarna hitam. Namun sayap itu sekarang sudah tidak ada. Seperti halnya Kangaji yang sayapnya berubah menjadi sebuah tato, mungkin cwo ini juga begitu.
“Ngapain kalian ada di sini?” tanyaku
“Malah dia yang bertanya tuh Rage,” cowo itu berkata  pada Nchex yang sedang duduk di kursi dekat meja belajarku.
“Ya jelaslah, ini kamarku, kamar cewe, kalian dua cowo malah datang bertamu begitu saja,” protesku
Cowo itu menghampiri aku dan mendorong keningku.
“Belagu sekarang, dulu juga kami selalu main ke kamarmu,” ujarnya
“Hey!” aku protes tapi lalu teringat sesuatu.
“Kau baru aja nyentuh aku kan?” tanyaku
“Hah? Ya lah mang kamu pikir sapa?” balasnya
“Aneh..” ujarku
“Aku yang menetralkan pengaruh kekuatanmu,” ujar Nchex
“Maksudnya?”
“Kami sudah diberitau kalo kamu pasti akan kesulitan dalam menguasai kekuatan barumu ini, makanya kami datang kesini.”
“Diberitau oleh siapa?”
“Ya oleh kamu sendiri lah,” cowo yang satunya menjawab.
“End chan, dia bertanya padaku loh,” nada suara Nchex memang tidak berbeda tapi bisa dipastikan kalo dia agak tersinggung.
“Ah maaf, maaf,” cwo itu meminta maaf ke Nchex
“Apa maksudnya aku sendiri yang memberitau kalian?”
“Bagian dirimu yang lain, sudah mengantisipasi kalo ini akan terjadi, jadi jauh-jauh hari dia sudah menghubungi kami agar dapat membantumu,” ujar Nchex.
“Dan maksudmu dengan penetralan itu?”
“Aku membuat sebuah kekkai, yang aku rubah untuk dapat menetralkan kekuatanmu. Tadi pasti kau merasa agak tenang kan? tapi kalau mantra kekkai ini aku cabut pasti, sakit yang kamu rasakan akan kembali lagi, jadi sebelum kamu dapat menguasainya dengan baik, maka aku ga akan mencabut mantra ini,” jelas Nchex
“Lalu, apa maksudnya aku harus diam dikamar selamanya?”
“Ya ga lah, dasar bodoh. Makanya aku juga diminta datang, karena aku yang harus ngajarin kamu gimana caranya mengontrol kekuatanmu,” cowo itu berkata padaku.
“Dia akan menjadi kelinci percobaan atas kekuatanmu,” ujar Nchex.
“Wah, jangan bilang gitu dong,” protes cowo itu. “Tapi ada benarnya juga, kalo aku ga ngajarin kamu, bisa-bisa aku diteror melulu sama dia,” ujarnya kemudian.
“Nah, kalian berdua silakan berlatih, sementara aku mau membaca ini,” Nchex tampak sedang membaca sesuatu di PC ku yang entah darimana bisa ada dimeja belajar.
Aku lalu melihat lebih dekat dan menyadari sesuatu,”hey, itu kan manga scan Yaoi ku,” ujarku.
“lalu? aku ga melihat ada tulisan dilarang baca disini,” ujar Nchex.
“Tapi…”
“BIND!” ujar Nchex
Dan tubuhku terdorong ke sisi tempat tidur, aku jatuh terduduk diatas tempat tidur dengan kedua tangan seperti terikat kebelakang oleh sesuatu yang tidak terlihat. Aku mencoba melepaskan diri tapi tubuhku seperti terpaku di ujung tempat tidur.
“End chan, dia milikmu sekarang,” ujar Nchex.
“Oke..,” cowo itu tersenyum tapi kemudian dia tersadar sesuatu,” wah, itu bisa bermakna negative loh, Rage,” ujarnya kemudian.
Tapi Nchex tidak menjawab dan terus membaca.
Aku masih berupaya melepaskan diri. “memangnya aku harus belajar ya?” ujarku sambil mencoba menggerakan badanku.
“harus sih, kecuali kamu mau disini selamanya,” ujar cowo itu. Ia lalu mendekatiku dan memegang kepalaku.
“Jangan!! aku ga mau lagi!” seruku.
“Tenang, jangan meronta,” ujarnya.
Lagi-lagi aku merasakan kenangan-kenangan cowo itu terlintas cepat dipikiranku.
“Wow, tenang, pelan-pelan aja, jangan buru-buru,” ujarnya
“Aku ga tau cara mengontrolnya,” protesku.
“Anggap saja kenangan itu adalah sebuah makanan, kau tau kana pa yang terjadi kalau kau makan terlalu cepat?”
“Keselek?”
Cwo itu tertawa, “Ya, anggap aja pengalamanmu tadi itu seperti orang keselek, sekarang coba kau bayangkan sendiri.”
Aku memejamkan mata. ‘anggap sebagai makanan, anggap sebagai makanan’ batinku berulang-ulang. Dan aku bisa merasakan kenangan itu kini semakin pelan hingga aku bisa melihatnya dengan jelas.
“Bagus, ini sudah lebih baik. Selanjutnya anggap kau sedang menonton semua kenangan itu, kau bisa menaikan volume atau menurunkan volumenya. Nah emosi yang kau rasakan adalah volume itu. Bayangkan kau ada disana melihat kenangan itu, dan turunkan volumenya sampai ke titik dimana kau merasa nyaman,” bimbingnya
Aku mengikuti permintaannya dan merasa seperti aku sedang melihat gambar dalam slide, aku terus mencoba dan aku lalu tidak merasakan lagi luapan emosi yang meledak-ledak, memang masih terasa tapi tidak terlalu jelas.
dalam salah satu kenangan itu, aku melihat kalau cowo itu tengah mengenalkan dirinya padaku. Aku merasa ingin sekali melihatnya, aku mengulurkan tangan menyentuh gambar itu dan tiba-tiba aku berada disebuah ruangan besar. Seperti sebuah gedung besar dengan sebuah bola berwarna kehijauan berada ditengahnya.
“Lalu? kau mau ikut denganku?” aku mendengar diriku sendiri berkata.
“Aku sudah bosan bermain ini, aku selalu saja jadi pemenang, kalau kau memang punya permainan yang lebih menarik, aku mau ikut,” ujarnya.
Cowo itu mengenakan sebuah pakaian unik yang sepertinya terbuat dari logam dan membawa sebuah pedang.
“Aku ga punya permainan yang menarik, tapi aku sedang mencari jalan keluar dari sini,” ujar diriku yang lain.
“Jalan keluar? memang kau ga betah disini?” tanyanya.
“Aku sudah bosan dengan dunia ini, terlalu indah dan ga mungkin jadi nyata.”
“kau mau kembali ke dunia nyata yang membosankan?”
“Membosankan? Justru di dunia nyata banyak yang menyenangkan, ga akan mungkin ada hari yang sama. Orang yang bilang dunia nyata membosankan hanya orang lemah dan bermental pengecut.”
“jadi kau tetap mau keluar?”
“Pasti. Aku pasti bisa menemukan jalannya, aku hanya perlu tau rahasia yang dia pegang saja,” diriku yang lain menatap cowo itu, “kalau kau mau ikut, aku rasa aku bisa menemukan kekuatan mu yang lain,” ujarku.
“Baiklah, aku mau liat bagaimana usahamu,” cowo itu akhirnya setuju.
“Oke, sekarang kita harus keluar dari sini,” diriku yang lain lalu melihat ke sebuah alat seperti iphone dan tampak puas.
“portal datanya akan terbuka sebentar lagi, oh ya namaku Tezuka Ayumu, kamu siapa?”
“Aku…  kau boleh memanggilku endhog,” ujar cowo itu.
Diriku yang lain tersenyum geli.
“kenapa? Lucu ya?” tanya cowo itu.
“Tidak, tamago kun ya?” ujar diriku
“yah, kau bisa memanggilku begitu,” ia lalu tertawa.
Aku merasa tubuhku tertarik perlahan dan aku membuka mata, aku melihat kalau cowo itu.. eh maksudku Endhog tersenyum puas.
CLOSING BGM :  ONGAKu - Kalafina

CHAPTER 4 PART 2

Chapter IV part II
opening BGM : Storia - Kalafina
Semakin aku mencoba mengingatnya, hal-hal yang aku lupakan, semakin aku merasa sakit kepala yang teramat sangat, seolah-olah ada bagian dari diriku yang menolak mengingatnya kembali.
Aku lalu teringat kata-kata Taranata untuk mencoba rileks. Aku melangkahkan kakiku menuju ruangan tidur, aku ingin pergi kekamarku dan mungkin bisa lebih rileks disana.
Aku membuka pintu kamarku, dan melihat kedalam. Kamarku ga ada perubahan setelah aku pergi tadi pagi. Ya sih, mana mungkin bisa berubah.
Aku berjalan menuju ke meja belajar yang berada di dekat jendela kamar yang masih tertutup tirai. Aku lalu duduk didepan meja belajar itu. Aku memejamkan mata dan berusaha rileks, mungkin ada sesuatu yang bisa aku ingat. Aku membuka mata kembali dan tidak mendapati ada perubahan apa-apa dalam ruangan kamarku, kecuali…
Aku melihat diatas meja belajarku ada dua buah dadu. Aneh.. Sepertinya dadu ini ga ada sebelumnya. Aku mencoba mengambil kedua buah dadu itu dan sebuahsinar terang membutakan mataku.
Aku mendapati diriku berada di ruangan utama, tapi dengan sedikit perbedaan. Keadaan di ruang utama tidak seramai biasanya. Klinik masih berada di tempat yang sama. Bahkan tingkat dua pun masih ada. Aku berada di belakang seorang gadis yang mengenakan jubah panjang. Gadis itu tengah berjongkok. Aku melihat Silvergin datang menghampirinya.
“bagaimana?” tanyanya dengan wajah berseri
“Kalo dibuat seperti ini kyanya boleh juga,” gadis itu berkata. Ia lalu berdiri
“Bagaimana caranya?” Tanya Silvergin
“Jadi kalau kedua dadu ini dilempar,” gadis itu melempar kedua dadunya dan membiarkannya jatuh ke lantai. “Saat ia jatuh, akan membentuk  angka, jadi ga akan ada yang tertukar ,” jawab gadis itu.
Silvergin nampak terkagum-kagum, ia lalu menghampiri beberapa orang yang berdiri di belakangku.
“hey,hey, Tezu dah buat alat buat kita main roll,” ujarnya.
Tezu? pikirku.
Gadis itu berbalik dan aku sangat kaget melihatnya.
Bukan hanya perawakan yang sama, bahkan wajah aku dan dia benar-benar sama persis. Yang berbeda adalah saat ini aku mengenakan baju kaos dan celana panjang, sedangkan gadis itu mengenakan jubah seperti yang pertama kali aku pakai saat datang ke ruangan ini.
Gadis itu berjalan menembusku, seolah aku hanyalah sebuah bayangan.
“Gimana? mau dicoba?” tanyanya.
Ia memberikan dua buah dadu lainnya ke Silvergin dan beberapa temannya. Gadis itu lalu melemparnya dan dadu itu berubah menjadi angka saat menyentuh lantai. Silvergin mengikutinya dan disusul yang lain.
“71, aku menang,” gadis itu berkata riang.
“Wah, bruntung banget tezu,” seorang gadis berkata, wajahnya terlihat samar-samar tapi aku bisa melihat rambutnya yang panjang dan pakaian yng dikenakan terlihat agak keunguan.
“Jangan nanya hal pribadi yah, tezunyan,” seorang gadis lagi berkata, lagi-lagi wajahnya terlihat samar, tapi aku bisa melihat ia tengah mengenakan lingerie warna putih.
“Hmm.. enaknya nanya apa yah?” gadis itu terlihat tersenyum.
Aku mencoba melangkah mendekati mereka, tapi lagi-lagi sebuah sinar terang membutakan mataku.
Saat aku membuka mata, ternyata aku sudah kembali ke kamarku dengan kedua buah dadu tergenggam erat ditanganku.
Aku menatap kedua dadu itu. Ternyata memang benar kalau aku pernah datang kesini. Tapi kenapa aku sama sekali gak ingat apapun soal ini. Apa mungkin kalau itu adalah orang yang lain?
Tapi itu juga ga mungkin karena dalam setiap game pasti bila ada yang sudah menggunakan  sebuah nick gak akan ada yang bisa menggunakan nick yang sama.
Dipikir seperti apapun juga percuma, batinku, aku kurang petunjuk, mungkin aku bisa meminta bantuan dari orang lain mengenai ini.
Aku baru saja hendak menaruh dadu itu dalam laci ketika aku melihat bayangan gadis itu disamping tempat tidurku. Ia sepertinya baru saja bangkit dari tempat tidur dan berjalan menembus pintu.
Aku langsung bangun dari dudukku dan mengejarnya. Aku membuka pintu, dan melihat ke arah lorong. Lorong ruang tidur nampak sepi dan tidak ada orang, sepertinya semua masih ada di ruang utama.
Tapi kemudian aku dapat melihat bayangan jubah gadis itu yang berbelok ke arah ruang utama, sekuat tenaga aku berlari mengejarnya.
Begitu sampai ke ruang utama, aku tidak mendapati gadis itu dimanapun. Ia seperti menghilang begitu saja.
“Kamu nyari siapa Tez?” aku mendengar suara Nigi dibelakangku.
Aku berberbalik.
“Owh… ga kok, tadi aku pikir aku lihat orang yang aku kenal disini.”
“Loh, bukannya kamu baru datang kesini? mang kamu punya kenalan disini?” Tanya Nigi
“Ga sih, tapi tadi kayanya ada orang yang aku kenal, ato mungkin Cuma imajinasiku saja kali yah,” aku menjawab sambil tersenyum.
“Yah, mungkin saja ada yang kamu kenal, kan terkadang kami suka mampir ke bagian game, dan kami berinteraksi dengan orang-orang yang ada di dunia luar melalui game itu,” ujar Nigi.
“Maksudnya?”
“Ya ampun Tez, masa ga paham juga, game online yang biasa dimainkan itu, ga semuanya Cuma sekadar game maya, Diantara character itu ada juga yang real seperti kami, kami terluka atau mungkin terbunuh dan mengalami sakit yang lama sebelum dibangkitkan kembali. Begitu seterusnya,” ujar Nigi
Aku hanya bisa terdiam mendengarnya. Jadi selama ini..
“Nigi chaaaaannnn,” suara Charaz menyadarkan ku
“Ada apa lagi Cha,” jawab Nigi.
“Nee.. kalo Cha seperti ini bagaimana?” Charaz merubah penampilannya dengan mengenakan kemeja putih dan celana panjang serta rompi merah dengan kacamata dan rambut panjang warna merah.
“Kaya nenek-nenek,” jawab Nigi
“Nee.. kalo begini?” Charaz merubah lagi penampilannya menjadi berambut hitam pendek dan memakai jas serta celana panjang berwarna hitam.
Aku meninggalkan Nigi dan Charaz yang masih sibuk merubah penampilannya.
Aku melihat sekeliling dan mendapati Kyu Dna yang sedang duduk sendirian sambil membaca majalah. Aku lalu menghampirinya.
“Kyu, kau tidak sedang sibuk kan?” tanyaku
Kyu meletakkan majalahnya. “Tidak kok, ada apa Tezuka san?”
Aku lalu duduk didepannya. “Aku bisa minta bantuanmu?”
“Bantuan apa?”
Aku meletakkan kedua buah dadu yang ada dalam genggamanku ke atas meja.
“Sepertinya benda ini terkait dengan ingatanku yang hilang,” ujarku
“Ingatan yang hilang?” tanyanya.
“Ya, sepertinya aku pernah datang ke tempat ini, tapi entah kenapa aku ga bisa mengingatnya, dan ada beberapa orang yang mengenali aku. Aku harus tahu apa itu benar-benar aku atau tidak,” jelasku.
Kyu hanya memandangku.
“Baiklah.,” Ia mengambil kedua dadu itu.
“Benda ini adalah yang dulu dipergunakan dalam permainan Roll. Aku memang belum pernah ikut, tapi aku tau kalo permainan itu berhenti sekitar 3 bulan lalu, tepat pada saat hilangnya salah seorang penghuni disini,” jelas Kyu
“aku juga tau hal itu, tapi aku hanya ingin tau siapa yang menggunakan ini. Apa memang aku pernah berada disini sebelumnya,” ujarku.
“Baiklah, aku akan cari tau tentang permainan terakhir yang dimainkan disini,” Ujar Kyu
“Permainan terakhir tiga bulan yang lalu, aku ikut,” ujar seorang pemuda. Ia memiliki rambut agak keabu-abuan. “Tiga bulan yang lalu, yang ikut aku, Shani, Eukaristia dan Tezuka Ayumu,” sambungnya.
“Hyuukaz3, apa kau yakin?” Tanya Kyu
“Ya, tapi mungkin untuk lebih jelasnya, kamu bisa tanya ma Eukaristia.”
“Tapi kan kamu juga ikut saat itu?” Tanyaku
“Ya, tapi aku ga ingat.”
“Tapi kau ingat kalau kau ikut permainan itu kan?” Tanya Kyu
“Benar, aku ingat kalau aku pernah ikut, tapi aku ga ingat bagaimana aku ikut…” Hyuukaz3 terdiam. “Aku sekarang ga ingat kenapa aku bisa ingat hal yang aku harusnya ga ingat,” Ia lalu berjalan menjauhi kami sambil bergumam sendiri.
“Maksudnya tadi apa?” Tanyaku bingung
Kyu hanya tersenyum, “Tenang saja, nanti aku akan tanya kepada para pelaku yang Hyuu sebut, setelah ada hasilnya, aku akan laporkan padamu, bagaimana?”
“Baiklah, tolong yah, Kyu,” pintaku
“Permintaanmu kuterima, Tezuka san,” Kyu kembali tersenyum.
Aku bangkit dari dudukku dan kembali berjalan menuju ruangan tidur. Saat itu aku melihat Baka Hyde yang baru keluar dari klinik, ia nampak tergesa-gesa menuju ruang pertemuan di lantai dua.  Tak berapa lama kemudian aku juga melihat Cherie keluar dari klinik. Ia sempat menatapku lalu tersenyum dan melanjutkan langkahnya menyusul Baka Hyde ke ruang Pertemuan dai lantai 2.
‘Mungkin mereka ingin membahas soal penyerangan hari ini,’ pikirku. Aku menatap pintu ruangan pertemuan di lantai dua. Sempat terlintas dalam pikiranku untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan, tapi kemudian aku tidak memedulikannya.
Tapi tiba-tiba terdengar suara dalam kepalaku.
“Maaf aku terlambat, aku baru bangun.”  Seperti terdengar suara Baka Hyde berbicara
Aku menatap ke arah ruangan pertemuan.
‘Apa mungkin aku mendengar suara dari ruangan itu?’
Aku mencoba berkonsentrasi, dan lagi-lagi aku merasakan sebuah sinar terang, tubuhku menjadi lemas dan aku bisa mendengar suara Nigi berteriak “Tez!!!”
Saat aku membuka mata, aku berada dalam sebuah ruangan yang berwarna krem. Aku merasakan tubuhku melayang dan aku melihat kedua tanganku tembus pandang, belum sempat mengatasi kekagetanku, aku melihat sebuah meja panjang berbentuk oval dan ada beberapa orang duduk mengelilingi meja tersebut.
Aku bisa melihat Baka Hyde, Shinigami chan, Urahara, Cherie, Sinc, Seiryu, Shino, Sora, Yauchi, Dhe, dan Kyu tampak duduk mengelilingi meja itu.
“jadi maksudmu, sepertinya kali ini mereka menyerang lebih teratur?” tanya Baka Hyde
“Aku sudah melihat data yang aku dapat dari Seiryu, dan sepertinya ga salah lagi, mereka berada dalam satu komando,” jawab Sinc
“Disaat yang besar menyerang, mereka membuat lubang yang terus membesar saat benturan dilaksanakan,” jelas Seiryu
“Dan mereka juga mengutus penyusup data yang banyak untuk membuat aku atau dhe tidak menyadarinya,” ujar Sinc.
“Sepertinya memang musuh kita lebih pintar kali ini,” ujar Baka Hyde.
“Aku rasa bukan itu, sepertinya mereka datang serentak karena mengincar sesuatu ditempat kita,” ujar Urahara
“Maksudmu?”
“Mereka mencari sesuatu yang menjadi target mereka, dan seperti kucing yang mencium bau ikan, mereka akan mencari dimana ikan itu berada,” jawab Urahara
“Tapi aku bukan yang mereka incar nyaaww,” Shinigami chan protes.
“Jadi siapa target mereka?” tanya Baka Hyde.
“Tunggu sebentar, apa mungkin ini maksud Ura,” Cherie lalu memunculkan data di sebuah layar hologram.
Sinc nampak agak terkejut, “darimana data ini Che?”
“Ini kudapatkan saat memeriksa tubuh teman baru kita,”
“Bisa dijelaskan soal ini, aku ga begitu paham soal data,” Baka Hyde berkata.
“Setiap orang yang masuk virtual ini pasti mempunyai kode tersendiri, bisa dibilang mirip dengan dna kita di dunia nyata. Tapi bedanya, kode ini berbentuk binary, namun cuma ada satu setiap character, jadi ga mungkin ada yang sama,” Jelas Cherie.
Semua nampak mendengarkan termasuk aku.
“Dan saat memeriksa dia, aku merasa kalau aku mengenal kode ini,” Cherie lalu membandingkan data tersebut dengan sebuah data lainnya yang sama persis.
“Itu sama persis kan?” Tanya Baka Hyde.
“Betul, ini sama persis, tapi berasal dari dua orang yang berbeda,”
Semua nampak terkejut, “Tapi itu ga mungkin kan Che?” tanya Sora
“Itu juga yang membuatku heran, karena yang disebelah kanan adalah data yang baru aku peroleh tadi siang, dan yang disebelah kiri adalah data yang aku peroleh 3 bulan yang lalu,” ujar Cherie.
“3 bulan?”
“Memangnya siapa dia?” Tanya shino
“Namanya Tezuka Ayumu, sama dengan teman baru kita,”
“Tapi dia bilang kalo dia baru saja datang kemari,” ujar Hyde
“Itulah yang membuatku heran, soalnya data ini sepertinya ga ada perubahan sama sekali. Seolah-olah selama 3 bulan itu, kondisinya tidak berubah, seperti….” Cherie terdiam sejenak.
Semua menunggu Cherie melanjutkan.
“Sepertinya dia berada dalam kondisi mati suri, dan baru saja bangun kembali,” ujarnya.
Aku kaget mendengarnya.
Kyu meletakkan dadu yang tadi aku berikan,” tadi dia memintaku untuk memnyelidiki hal ini,”
“Itu kan, yang biasa digunakan dalam Roll,” ujar Yauchi
“Benda ini ada dalam pemilikannya?” Sinc bertanya.
“Ya, tapi dia mengaku tidak ingat mengapa bisa memilikinya,” jawab Kyu
“Dua orang yang terpisah 3 bulan lamanya, tapi tidak mempunyai ingatan apapun akan masing-masing,” Ujar Dhe
“Terlalu kebetulan bagiku, apalagi kode itu ga mungkin bisa dimiliki orang yang sama, kita harus menyelidiki hal ini,” ujar Sinc
“dan sepertinya para penyerang kita memang menuju ke ruang utama tempat ia berada tadi siang,” tambah Seiryu.
Aku makin ga bisa mempercayai hal ini.
“Aku dan Sora akan mencari info diluar, mungkin ada yang bisa kami gunakan,” ujar Shino.
“Lebih baik begitu, daripada hal ini menjadi beban pikiran seseorang, dan membuatnya makin tertekan,” Aku merasa Urahara memandangku saat mengatakan itu.
“Nyaaw..” aku mendengar suara Shinigami chan dan merasa tubuhku tertarik kebelakang menembus dinding ruang pertemuan dan lagi-lagi sebuah sinar terang membutakan mataku.
Aku membuka mataku dan mendapati aku berada di ruangan klinik.
“Ah, kau sudah sadar,” aku melihat Sugar menghampiriku.
“Tez, kamu ga apa-apa??” Nigi langsung berada disamping Sugar.
“Sedikit lemas saja,” jawabku.
“Kamu ngagetin aku deh.. Jangan pingsan kaya gtu yah?” ujarnya cemas
Aku hanya tersenyum, sementara dalam benakku semua perkataan di ruang pertemuan tadi masih tidak dapat dipercaya. Sebenarnya aku ini siapa??
Closing BGM : Serenato - Kalafina

Jumat, 11 Februari 2011

CHAPTER 4 PART 1

Chapter IV : Who Am I
Opening BGM : sleepwalker – Alice Nine
Walau masih dipenuhi pemikiran atas apa yang tadi baru saja aku lihat, namun aku akhirnya melangkahkan kaki ke klinik. Aku pengen tau bagaimana kondisi Silvergin akibat pertempuran tadi.
Aku membuka pintu klinik dan melihat beberapa ranjang yang dibatasi oleh tirai-tirai dengan sebuah meja kecil disampingnya. Mengingatkan aku akan suasana yang ada di sebuah bangsal kelas ekonomi di rumah sakit. Cherie sepertinya belum kembali dari memeriksa di Ruang Utama, karena aku cuma melihat Sugar yang sedang membalut luka yang diderita oleh Bakadayo. Aku juga melihat Nchex yang sedang duduk membaca sambil menunggui Baka Hyde yang masih terbaring pingsan di ranjang sebelah kirinya dan Silvergin yang berada di ranjang sebelah kanannya. Tubuh Silvergin nampak diliputi sebuah pelindung yang transparan, karena aku bisa melihat aliran energi yang mengelilingi tubuh Silvergin. Sepertinya energi itu tengah menyembuhkan luka-luka di tubuh Silvergin.
Disebelah ranjang Silvergin, aku juga melihat Rena yang tengah berbaring dengan sebelah tangannya terpasang selang infus. Hotaru juga nampak berbaring diranjang sebelah Rena dan sama dipasangkan infuse ditangannya. Ia terlihat bosan dan terus menyalakan api kecil dari jari-jari tangan yang tidak terpasang infuse lalu dipadamkan sendiri.
“Hey, sugar, sampai kapan aku disini? Aku dah sehat kok,” ujar Hotaru
“sampai Cherie bilang kamu boleh keluar,” Sugar menjawab tanpa berpaling dari kesibukannya.
“Aku gak apa-apa kok, Ngapain juga aku dirawat dsini?” protesnya
“Kamu tuh kan nanti malam harus tugas lagi, bsa ga sih diem disini?” protes Sugar.
“Nih liat, aja, aku dah lebih baik,” Hotaru menggerakan tangannya yang tidak terpasang selang infuse. “ Aku bahkan dah bisa bangun nih,”  ia mencoba bangun dari ranjangnya. Tapi Sugar lalu menggerakan tangannya dan membuat jarum infuse ditangan Hota masuk sdikit dalam.
“AWWW!!” teriak Hotaru
“Owh, masih sakit yah, katanya dah baik,”  Sugar lalu berkata pada Bakadayo, “ Om Baka, jangan terlalu sering digerakin yah? Kalo mau agak cepet mandi aja pake air pemandian bersama, cepat kering lukanya.”
“oke deh, makasih yah nona,” Bakadayo tersenyum dan berdiri.
“Sakit tau Sugar!! Gila, brapa cm tuh jarumnya??” Hotaru kembali protes.
“Lah yang bilang sendiri kan kamu toh?” Sugar membereskan peralatannya.
Aku dan Bakadayo sempat saling tersenyum saat kami berpapasan di dekat pintu keluar.
“Tapi kan ga harus ditusuk lebih dalam lagi!”
“Cuma tes apa kamu bener dah sehat ato belum,kalo masih mengeluh berarti belum sembuh,” jawab Sugar
“Ya, tapi kan  ga perlu begitu,” Hotaru masih melancarkan aksi protesnya.
“Mau ditambah lagi?”
“Dasar bego, dah tau sifatnya dia kaya begitu, diem aja bisa kan?” Rena berkata ke Hotaru.
“Dasar bocah, ga usah ikut campur deh,” Hotaru mengalihkan protesnya ke Rena
“Eh Bego, kalo gue ga bantu ngasih pedang ke loe tadi, bisa ga selamat loe,”
“Sapa juga yang nyuruh?? Tanpa itu juga semua musuh tadi bakal gue lawan abis.”
“lama-lama loe  jadi nyebelin yah,” Rena bangkit dari tidurnya.
Sugar menggerakkan kedua tangannya.
“Aw,” Rena meringis.
“Aduhhh…, Hey kenapa aku kena lagi sih Sugar?!” Protes Hotaru
“ini Klinik, harap tenang, ntar yang lain terganggu,” Sugar membawa beberapa berkas dan menyimpannya di laci.
“Mang sapa yang bakal terganggu? Dia tenang-tenang aja kok,” Hotaru menatap ke arah Nchex.
“Hota chan, aku diam bukan karena ga terganggu tapi karena aku ga peduli,” Jawab Nchex sambil terus membaca buku. “Tapi kalau kamu terus membuat keributan, aku juga bisa bertindak, lho. Mang mau hota chan aku cium?”
Hotaru langsung terdiam dan kembali berbaring, begitupun dengan Rena.
“Suara kalian itu, terdengar sampai ke ruang utama, lho,” Cherie berkata saat memasuki klinik.
“Ah, Tezuka kan? Ada perlu apa?” tanyanya saat melihatku.
“A… aku hanya mau tau keadaan Silvergin saja,” jawabku
Cherie menatap Sugar.
“Dia sudah membaik, tanda-tanda vitalnya sudah stabil, lukanya juga sudah mulai menutup,” jawab Sugar.
Cherie lalu menghampiri tempat Hotaru dan Rena berbaring.
“Aku dah bilang berkali-kali kan Hota, jangan pernah melawan Sugar disini, kamu pasti kalah,” Cherie memeriksa keadaan Hotaru.
“Aku ga kalah Che, Cuma mengalah aja, dia kan cewe,” kilah Hotaru.
Cherie hanya tertawa. “Sabar sedikit yah, sebentar lagi kamu boleh keluar kok,”
“Che, tanganku ga kenapa-kenapa kan? Ga jadi makin parah kan?” Hota terlihat cemas.
“Ga apa-apa kok, tenang aja,” Cherie tersenyum.
“Habisnya sakit banget, aku pikir tadi jarumnya malah sudah masuk semua ke kulitku,” Hotaru melihat tangannya yang terpasang infuse. Sepertinya memang nyaris tidak ada perubahan pada posisi jarum yang menusuk tangannya.
“Mang aku sesadis itu apa?” Sugar protes
“Yah, sapa tau kan,” kilah Hotaru.
“Sudah, sudah, jangan diteruskan lagi, ntar kalian semua bisa dapat ini loh,” Cherie mengeluarkan sebuah tabung kecil yang berisi cairan berwarna keunguan dari saku bajunya.
Hotaru langsung terdiam.
“Kalo Sora bagaimana, Sugar?”
“Dia masih dalam proses pemulihan,” Sugar menyibakkan tirai di sebelah ranjang Silvergin.
Aku bisa melihat Sora yang tengah berbaring. Sebuah tirai air berbentuk kubah menyelimuti tubuhnya. Beberapa alat sensor terpasang ditubuhnya untuk memonitor kondisi tubuhnya.
Cherie lalu meletakkan tas kerjanya di sebuah meja, “ada lagi yang kau butuhkan, Tezuka?”
“hmm, tidak.. kalo Baka Hyde dia juga tidak apa-apa kan?” tanyaku
“Owh, dia Cuma pemulihan diri saja, lagi tidur,” jawab Cherie.
“tapi Nchex bukannya juga sama-sama kelelahan?”
“Kalo Hyde bsa diibaratkan alat yang hanya bisa di charge kalo sedang dalam kondisi mati, tapi kalo Rage dia itu bisa di charge walaupun sedang dalam keadaan hidup. Pemulihan kondisinya mang seperti itu,” Jelas Cherie. “Kamu sendiri bagaimana? Sudah agak mendingan?”
“Ya, terima kasih. Air itu manjur sekali,” ujarku.
“Baguslah, ada lagi yang kau perlukan?” Cherie kembali bertanya.
“Ehmm… Gak ada kyanya, makasih,” Aku lalu melangkah keluar klinik.
Di ruang utama, keadaan masih ramai, ada yang duduk-duduk mengobrol, Gyaboo dengan beberapa gadis nampak berbicara santai dengan sesekali tertawa.
“Ah, si anak baru yang banyak dibicarakan itu,” aku mendengar suara seorang pemuda yang terdengar dekat denganku. Saat aku melihat ke sekelilingku, aku ga melihat siapapun yang berbicara denganku.
“kudengar kekuatanmu sudah muncul saat kau tiba,” suara itu kembali terdengar. Dan aku kembali mencari sekelilingku, tapi tetap saja tidak ada seorangpun yang berbicara padaku. Mereka semua memiliki kesibukan masing-masing
“Kamu mencariku yah?” suara itu bertanya.
Aku tidak menjawab dan terus mencari-cari. Aku melihat seekor anjing putih yang tengah dibelai-belai oleh beberapa gadis. Ga mungkin lah kalo anjing itu yang berbicara.
“Hahahahaha, aku bukan anjing kok,” suara itu tertawa seakan-akan tau apa pikiranku.
“Aku ada dibelakangmu,” ujarnya.
Aku langsung berbalik dan melihat sebuah kepala dengan kuping kucing tersenyum ke arahku. Cuma kepala tanpa ada tubuh, nyaris saja aku berteriak tapi ia lalu berkata, “ ah sori, badannya kelupaan.”
Perlahan-lahan badannya mulai terlihat. Ternyata dia memang seorang pemuda biasa tapi dengan telinga dan ekor kucing seperti Nigi.
Sepertinya memang disini banyak penyuka kucing, pikirku.
“Ga juga sih, habis kayanya bentuk kaya gini yang unik,” jawab pemuda itu.
“Kamu… bisa baca pikiranku?” tanyaku
“Hanya bila kau mengizinkan,” ujarnya tersenyum, “tapi tenang saja, aku bukan tipe yang suka ngelihat pikiran orang lain kok.”
Pemuda itu menghilang dan muncul lagi disebelah kananku.
“Aku Taranata, banyak yang dah kenal aku disini, senang bertemu denganmu, Tezuka Ayumu,” ujar pemuda itu. Ia lalu menghilang lagi.
“Ah, ya,” Taranata muncul disisi kiriku, “ satu saran kalau kau ingin mengingat hal penting yang ada dalam pikiranmu, rileks saja, makin kamu tertekan mengingatnya, makin terkunci ingatan itu.”
Ia lalu menghilang lagi.
Ingatan penting? termasuk Taranata sudah dua orang yang bilang kalo aku mempunyai ingatan yang tidak bisa aku ingat. Apa mungkin ini Cuma kesalahan pembentukan character? Tapi kalo Cuma itu, tidak menjelaskan pemandangan yang aku lihat didepan pintu kamar mandi bersama. Aku sangat yakin kalau ini adalah pertama kali aku datang ke tempat ini. Tapi entah kenapa sepertinya aku merasa sudah pernah melakukan ini sebelumnya. Apa yang terjadi denganku?
“..juh… Tejuh… woy Tejuh!” suara seseorang membuyarkan pemikiranku.
Ternyata Seiryu.
“Ya… eh… Ada apa?” tanyaku
“Tadi liat kucing garong ga?”
“Hah?”
“Kucing garong. Itu loh, cwo yang pake hiasan kucing kaya Nigi,”
“Hiasan kucing???? Owh… Taranata maksudnya, tadi ada disini sih, tapi dianya hilang-hilang melulu,” ujarku
“Berarti bener dia sudah pulang kesini. Thanks,” Seiryu lalu berjalan meninggalkanku. Aku hanya melihat dia berjalan ke arah anjing putih yang sepertinya masih dimanja-manja oleh para gadis.
Dengan sengaja Seiryu  menginjak ekor anjing putih itu saat sedang berjalan dan mengakibatkan dia melolong kesakitan.
“SEI!!” gadis-gadis itu serentak berkata.
Seiryu hanya tersenyum dan terus berjalan.
“Duh, Naru, kasihannya, ga sakit kan?” Seorang gadis berambut panjang mengelus-elus kepala anjing putih itu.
“Seiryu mang jahat, sabar yah Naru,” gadis lain ikut membelai anjing putih itu.
Anjing yang dipanggil Naru itu mengonggong pelan dan sepertinya kembali menikmati perhatian dari para gadis yang mengelilinginya.
Sebuah pintu emas muncul dan terbuka, seorang pemuda mengenakan sepeda BMX melesat masuk dan langsung berhenti di dekat sebuah meja makan. Pemuda itu mengenakan pakaian casual dan sebuah topi dengan ornament sayap dikedua sisinya.
“Mail Time!” ujarnya. Ia menjentikan jari dan meja tempat ia berhenti tiba-tiba penuh dengan surat, dokumen dan beberapa keping CD. Beberapa orang nampak menghampiri pemuda itu.
“Ada surat buatku ga, Rock?” Seseorang bertanya pada pemuda itu.
“Cari sendiri aja deh, aku capek banget, gara-gara serangan tadi, portal utama kesini tertutup jadinya aku harus cari jalan lain deh,” Pemuda itu menghempaskan dirinya disebuah kursi.
“Kakak Rock ‘n Roll, mau minum apa?” Gadis yang bernama Hime menghampiri pemuda itu.
“Biasa aja Hime, tapi tambahkan es,” ujarnya
“Oke,” Hime lalu berjalan ke counter makanan, dan menyiapkan pesanan pemuda itu.
Makin banyak yang datang mengerumuni meja tempat Rock berada. Ada yang nampak senang karena mendapat surat yang mereka tunggu, ada juga yang terlihat sedih, karena sepertinya yang mereka harapkan belum datang
Ternyata memang ruangan ini selalu penuh kejutan, ga pernah berubah.
Tunggu sebentar, ga pernah berubah? Berarti aku memang pernah kesini, tapi kapan?? Apa memang ada sesuatu yang sengaja aku lupakan?
Closing BGM : Otegami - SID

Jumat, 04 Februari 2011

CHAPTER 3 PART 4

Part 4
op BGM : BSB – Drowning
Suasana di ruangan terasa agak berbeda, mungkin semua masih merasa shock akibat serangan yang baru saja terjadi. Fuunay dan Chiki_i membantu di klinik sementara Cherie terlihat keluar dari klinik dengan membawa sebuah tas berisi peralatannya dan memeriksa kondisi seluruh penghuni ruangan. Ada yang ia obati ditempat tapi ada juga yang diminta datang ke klinik untuk pengobatan lebih lanjut.
Nigi, yang sudah kembali mengenakan pakaiannya yang biasa, menghampiri aku, “ kamu ga apa-apa Tez? Mukamu pucat tuh.”
“Owh, mungkin Cuma sedikit kaget,” ujarku
“Hal ini sudah biasa kok, terkadang memang kami suka mendapat serangan kaya begini,”
“Dan biasanya berakhir kaya gini?” tanyaku
“Ga juga sih, kadang kaya gini, kadang Cuma serangan ringan aja.”
Nigi menatapku, “kamu yakin ga perlu ke klinik?”
“Mungkin karena aku belum sarapan saja,” ujarku.
“kalau begitu, kamu duduk dulu aja, aku ambilin makanan, oke?” Tanpa menunggu persetujuanku, Nigi langsung menuju counter makanan. Aku pun lalu duduk di salah satu kursi terdekat.
Aku melihat Gyaboo yang membantu Bakadayo ke klinik, Sinc yang duduk terdiam dan kembali memakan rotinya yang kedua sambil menatap I-Padnya. Sepertinya ia tengah membaca sesuatu. Aku juga melihat Seiryu yang menghampiri Sinc sambil membawa sebuah kotak kecil.
Sinc mengangkat wajahnya begitu Seiryu duduk dihadapannya, “Dapet semuanya?” tanyanya
“Semua ada disini, lengkap,” Seiryu menyerahkan kotak itu pada Sinc. “Tumben sekali kau memintaku,”
“Ada yang sesuatu yang dari tadi ku pikirkan, rasanya serangan mereka aneh sekali. Mudah-mudahan dengan data darimu, aku  bisa tau kenapa,” ujar Sinc.
“Owh,” jawab Seiryu
Sinc bangkit setelah menghabiskan rotinya, ia membawa I-Pad dan kotak kecil dari Seiryu. “Thanks Anyways.”
“Tez!” suara Nigi membuyarkan konsentrasiku. Ia membawa sebuah nampan berisi makanan. Ada sepiring nasi goreng, sebuah hamburger, beberapa lontong, roti, dan kue-kue, segelas teh hangat, segelas jus dan segelas susu.
Aku hanya terdiam melihat makanan sebanyak itu, “Nigi, ini kebanyakan.”
“Habis aku ga tau kamu sukanya apa, jadi aku ambil semua,” ujar Nigi.
“Sebenarnya roti aja juga gak apa-apa kok,” ujarku sambil terus menatap makanan di atas nampan.
“Wow, Nigi sepertinya kamu mau buat temen baru kita mati kekenyangan, yah?” Urahara tampak sudah berada didekat kami.
“kan udah aku bilang, aku ga tau kesukaan dia apa, makanya aku ambil semua, Kalo ga suka ya udah buang aja,” Nigi duduk sambil cemberut.
“Ah, ga kok, aku seneng diambilin…. makasih yah Nigi…,” aku menatap Urahara “Kamu mau membantuku kan? Kamu boleh ambil yang kamu mau kok, Urahara.”
“Ura aja cukup, ato UTL boleh, hmmm semuanya kelihatan enak.”
“kalo aku boleh juga….. Nyaa?” Shinigami Chan muncul dari belakang tubuh Urahara
“Ya, boleh,” jawabku.
Shinigami chan lalu mengambil sepiring berisi kue-kue, “ sankyu..” ia duduk dimeja sebelahku. Urahara sendiri mengambil sepiring nasi goreng dan segelas jus dan mengambil tempat disebelah Shinigami chan.
“kamu ga mau makan juga, Nigi?” tawarku
“Aku dah kenyang, lagian kan aku ngambilin buat kamu, Tez,” jawab Nigi
“Oh ya, maaf,” Aku mencoba tersenyum.
Sambil memakan roti aku mencoba mencari orang-orang yang aku kenal, aku ga enak sama Nigi yang sudah mengambilkan makanan sebanyak ini. Tapi tidak ada wajah yang aku kenal, ada sih orang-orang yang aku tau namanya, tapi rasanya ga enak saja kalau aku tiba-tiba memanggil namanya tanpa pernah diperkenalkan.
“Hikwa chwaan,” Shinigami chan melambai kepada seorang wanita berambut biru sambil sibuk mengunyah kuenya.
Wanita itu datang menghampiri meja kami.
“Shin chan, makanannya ditelan dulu dong,” ujarnya lembut.
Shinigami chan tersenyum, setelah selesai menelan makanannya, ia lalu berkata, “Nigi chan ngambilin banyak makanan buat Tezu nyaaw, mau ga?” tawarnya.
Wanita itu melihat ke arah kami, “memangnya boleh?” tanyanya.
“Ya, kebetulan ini agak banyak buat aku habiskan sendiri, kalo mau silakan saja,” ujarku.
Wanita itu mengambil sebuah hamburger dari nampanku, “makasih yah…. ehmm Tezuka Ayumu kan?”
“Ya.”
“Aku Hikari Dheean, salam kenal,” ujarnya
“Salam kenal,” ujarku
“Wah, ada Ura disini, kamu belum makan yah?” Hikari duduk berhadapan dengan Urahara.
“Gara-gara serangan tadi, aku kehilangan selera makanku, kalau mau kita bisa makan berdua, Hika.”
“Ahahahaha, kamu sudah ketularan Kiza nih jadi pandai merayu,”  Hikari tertawa kecil
“Loh aku kan hanya menawarkan, kalau mau kita bisa makan bersama,” Urahara tampak tersenyum .
“Terima kasih atas tawarannya, tapi aku rasa, ini saja sudah membuatku kenyang kok.”
“Atau mungkin kau mau mencicipi nasi goreng ini Hika?” tawar Urahara
“Waah, si Ura knapa Shin chan?” Hikari pura-pura terkejut.
“Salah minum obat kali nyaaw,” jawab Shinigami chan.
Hikari hanya tertawa mendengar jawaban Shinigami chan.
Cherie menghampiri tempat kami duduk, “wah kelihatannya kalian sehat semua, aku rasa aku ga perlu memeriksa keadaan kalian,”
“Ah, Cherie, Tez tadi pucat banget, bisa kamu check ga? Dia bilangnya karena belum sarapan aja,” ujar Nigi
“Boleh saja,” Cherie lalu mengeluarkan peralatannya. Sebuah alat yang agak pipih, mungkin sebesar kalkulator dengan fasilitas layar sentuh. Dan alat itu memancarkan sebuah sinar yang sepertinya memindai seluruh tubuhku.
Cherie menatap alat itu, sepertinya hasil pemindaian tubuhku membuatnya berpikir sejenak.
“Sepertinya memang Cuma kelelahan, aku sudah meminta Sinc mengatur agar air di pemandian bersama dicampur dengan sedikit obat dariku, coba saja,” ujar Cherie sambil memasukkan kembali peralatannya ke dalam tas.
“Oke, masih banyak pasien menunggu,” ujarnya lalu melangkah pergi.
“Tez, kita harus ke sana, ayo,” Nigi menarik tanganku. Aku segera bangkit dari dudukku dan mengikuti Nigi.
“kesana kemana?” tanyaku
“Kamar mandi bersama, kamu denger kan kata Cherie, airnya bisa menyembuhkanmu,” Nigi terus menarikku ke arah pintu geser besar yang bergambar wanita.
Ditengah jalan kami bertemu Charazchan yang bersama Nana. Lengan Charaz nampak terbalut perban.
“Nee.. neee, Nigi chan mau kemana?”
“ke kamar mandi, kata Cherie airnya sudah diberi obat jadinya bisa menyembuhkan penyakit,” jawab Nigi.
“Cha juga ikut!! Siapa tau luka Cha bisa sembuh kena air itu, Ayo Nana chan!”
“Heeee!! Gak mau! aku kan dah bilang aku risih kalo mandi bersama-sama kayak gitu!”
“Ayolah Nana chan…” Charaz menarik tangan Nana
“Gak mau!” Nana mencoba berontak tapi sepertinya tenaga Charaz memang lebih kuat.
Setelah dengan sedikit unsur pemaksaan akhirnya aku, Nana, Charaz dan Nigi memasuki kamar mandi bersama.
Begitu membuka pintu geser kami masing-masing diberikan sebuah keranjang kecil yang berisi peralatan mandi dan handuk oleh sebuah robot kecil yang mengingatkan aku akan robot serupa di film Star Wars. Nigi dan Charaz melepas sandal mereka. Aku dan Nana juga mengikuti mereka. Kami menaruh sandal kami di tempat sandal. Sepertinya ada lumayan banyak yang berada di dalam. Kami lalu masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya merupakan ruangan untuk berganti baju. Karena terdapat deretan locker untuk menyimpan baju.
Di ruangan itu aku bertemu dengan gadis bersayap yang tadi menyelamatkan Silvergin, seingatku namanya Kangaji Tenshi. Sayap dipunggungnya telah menghilang dan berganti menjadi semacam tato kecil bergambar sayap. Ia baru saja melilitkan handuk ditubuhnya dan mau menuju ruangan mandi.
“Kang,” sapa Nigi
Gadis itu berbalik dan menghentikan langkahnya.
“Eh, halo, Nig, Cha, wah tumben Nana mau masuk kemari,” ujarnya.
“Aku dipaksa, Kang,” Nana terlihat pasrah.
Kangaji hanya tertawa mendengarnya, “oke deh, aku tunggu kalian di kamar mandi yah,” ia lalu melangkah pergi.
Nigi dan Charaz mulai membuka baju mereka dan menaruhnya di loker. Loker itu tidak mempunyai kunci, sepertinya adalah semacam pemindai yang langsung mengenali sidik jari yang menyentuh pegangannya. Aku dan Nana hanya saling berpandangan. Memang sih terasa agak risih juga walaupun sama-sama cewe. Nigi menatap ke arah kami berdua, “ Kenapa kalian belum berganti baju? Ayo cepatlah.”
“Apa perlu Cha bantu??” ujar Charaz sambil tersenyum penuh arti.
“ga usah, makasih,” Nana mulai merinding.
Melihat Nana yang sudah mulai melepaskan bajunya, mau ga mau aku mengikutinya. Kami menyimpan pakaian kami di loker masing-masing dan memakai handuk ke ruangan mandi.
Kami melewati beberapa buah shower yang terpisah dalam bilik-bilik sendiri, dan menuju ke sebuah area yang agak besar dimana terdapat deretan bangku kecil di sisi sebuah bak yang besar dan panjang. Aku juga melihat sebuah meja kecil yang digunakan untuk menaruh keranjang tempat peralatan mandi. Di ujung ruangan terdapat sebuah bak dengan ukuran agak besar yang digunakan beberapa orang untuk berendam.  Beberapa gadis nampak tengah membasuh badannya sambil mengobrol. Nigi dan Charaz melepas handuknya dan menaruh di tempat khusus untuk menaruh handuk.
Dengan berat hati aku dan Nana melakukan hal yang sama. Sempat terasa agak canggung bersama dengan para gadis-gadis ini. Aku melihat Jheea dan Eukaristia tengah bercanda sambil bermain pistol sabun. Aroma menyejukkan tercium dari bak yang besar. Sepertinya airnya telah diberi sedikit bubuk aroma terapi. Kami mengambil tempat di dekat para gadis yang sedang bercanda. Aku meletakkan keranjang kecilku dan membasuh diriku, airnya terasa hangat. Dan benar saja seperti kata Cherie, semua rasa sakit menghilang dan aku merasa lebih segar.
“Wuaahh, Nana chan akhirnya berani mandi bersama,” ujar Jheeea. “Ga ada masalah kan?”
“Kalo ga dipaksa, aku juga ga kesini,” ujar Nana.
“Tapi ga ada yang salah kok ma Nana chan, aku pikir kamu menyembunyikan sesuatu, makanya ga mau mandi bersama.”
“Ga usah menatapku seperti itu dong! Aku Cuma risih, itu aja,” Nana menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.
“Nah, kalo Nigi ini tetep kecil aja, yah?” Ujar Euka
“HEY!” protes Nigi.
“terima ajalah, yang cukup sexy dan dikategorikan wanita itu cuma aku dan Euka,” ujar Jheeea sambil berpose ala model
“aku ga peduli kata-kata kalian yee,” Nigi kembali membasuh badannya
“Kalo begitu, aku ga termasuk sexy dong?” Hikari memasuki ruangan mandi
“Kalo Hika chan sih, termasuk, ya gak Euka?” tanya Jheeea
“Bisa sih, tapi masih lebih seksi aku ah,” Euka mengedipkan matanya.
Mereka bertiga lalu tertawa.
Aku ikut membasuh badanku, dan melihat dinding pembatas yang berupa marmer. Dinding itu tidak benar-benar membatasi kami, pada seperempat bagian atasnya terbuka.
“Di sebelah kita itu apa yah?” tanyaku
“Bagian para cowo Tezu, makanya aku ga suka disini,” ujar Nana.
Terdengar suara-suara tertawa dari sisi para cowo.
“Kayanya kita jangan terlalu lama disini deh,” ujarku
Nana mengangguk tanda setuju. Kami segera menyelesaikan acara mandi bersama kami, sementara Euka dan Jheeea masih bercanda dan perang sabun.
Setelah membersihkan badan dari sabun, aku dan Nana segera mengeringkan badan kami dan menuju ruang loker.
Saat kami mengenakan pakaian, muncul Nigi dengan mengenakan balutan handuk berjalan bersama Kangaji.
“Gimana Tez, sudah agak mendingan?” tanyanya
“Jauh lebih baik, Nigi, makasih yah,” ujarku
“sama-sama.”
Setelah mengenakan pakaian, aku dan Nana keluar dari ruangan mandi bersama.
Tapi saat aku membuka pintu, aku merasa berada di tempat yang aneh.
Aku berada di sebuah lorong seperti lorong rumah sakit dan mengenakan baju putih seperti para dokter, aku bisa melihat beberapa orang nampak terbaring terendam dalam sebuah cairan dengan sejumlah kabel menempel dikepala mereka untuk memonitor sesuatu.
Ada seorang yang nampaknya tengah mengalami kejang dan beberapa orang menyuntikkan sesuatu.
“Ayumu… Ayumu…,” terdengar suara seseorang memanggil.
“Tezu!!” aku mendengar suara Nigi yang kencang dan menoleh.
“Ngapain kamu ditengah jalan begitu?” tanyanya
Aku hanya terdiam, dan ketika aku melihat ke arah depan lagi, koridor tadi sudah menghilang dan berganti menjadi tempat kami biasa berkumpul.
“Aku… melamun … kayanya,” jawabku.
“Ya, jangan ditengah jalan dong,” protesnya.
Aku hanya tersenyum, sambil berpikir, apa tadi yang aq lihat..

Closing BGM : Smooth - santana feat Rob Thomas